Kamis, 02 Agustus 2012

TINGGAL DALAM HADIRAT ALLAH DAN BERBUAH

WARTA SEPEKAN – 5 AGUSTUS 2012

RENUNGAN KHUSUS

TINGGAL DALAM HADIRAT ALLAH DAN BERBUAH

“Ah, kiranya aku seperti dalam bulan-bulan yang silam, seperti pada hari-hari, ketika Allah melindungi aku, ketika pelita-Nya bersinar di atas kepalaku, dan di bawah terang-Nya aku berjalan dalam gelap; seperti ketika aku mengalami masa remajaku, ketika Allah bergaul karib dengan aku di dalam kemahku;” (Ayub 29:2-4).

Tinggal dalam hadirat Tuhan adalah bagian yang sangat penting di dalam hidup kita setiap hari. Di dalam hadirat Tuhan kita mengalami aliran hidup yang dari Tuhan menjadi kekuatan kita dalam melakukan kehendak-Nya.

Kemenangan kita dalam menghadapi tantangan kita raih di dalam hadirat-Nya. Dan orang yang yang tinggal dalam hadirat Tuhan dengan benar akan menghasilkan buah Roh Kudus dari hidupnya. Ayub adalah contoh yang patut kita tiru sebagai orang yang diam dalam hadirat-Nya dan menghasilkan buah yang manis bagi orang yang ada di sekitarnya.

Ayub adalah seorang yang membangun keintiman dengan Tuhan. Dia tinggal dalam hadirat Tuhan. Kehadiran Allah dan terang-Nya yang menaungi hidup Ayub sangat nyata. Sebelum Ayub mengalami penderitaan akibat serangan iblis, dia hidup dalam keintiman dengan Allah. Ayub ada di bawah naungan hadirat Tuhan, dalam terang dan hikmat-Nya, hidup dengan mengenakan pikiran yang selaras dengan pikiran Allah. Hidupnya dibangun dan dirawat dalam pola yang sedemikian mengingini Tuhan dan mengalami pengalaman nyata bersama Tuhan.

Pada masa-masa itu naungan hadirat Allah atas Ayub sangat dirasakan orang lain. Kehidupannya adalah seperti pohon yang akarnya tembus sampai dalam, yang mencapai air kehidupan yang melimpah. Rantingnya dinaungi embun surgawi yang menghadirkan kesejukan dan kesuburan, sehingga buahnya lebat.

“Akarku mencapai air, dan embun bermalam di atas ranting-rantingku. Kemuliaanku selalu baru padaku, dan busurku kuat kembali di tanganku.” (Ayub 29:19-20).

Keteladanan Ayub yang dinaungi hadirat Tuhan dapat kita lihat dari satu pasal dalam Kitab Ayub 29.

1. Di Kalangan Tokoh Masyarakat

Ayub menjadi seorang yang sangat terpandang. Ketika dia duduk di pintu gerbang kota, semua pemuka kota sangat menghormati wibawanya. Hadirat Tuhan yang menyertainya begitu nyata. Ayub menghadirkan pengaruh keintiman hidupnya bersama Allah atas lingkungannya dengan begitu nyata. Keteladanan hidupnya yang saleh dan benar mendatangkan rasa hormat dari orang-orang yang mengenalnya. Ucapannya yang digarami hikmat, dan perilakunya yang menjadi teladan merupakan buah dari keintiman dengan Tuhan.

“Apabila aku keluar ke pintu gerbang kota, dan menyediakan tempat dudukku di tengah-tengah lapangan, maka ketika aku kelihatan, mundurlah orang-orang muda dan bangkitlah orang-orang yang sudah lanjut umurnya, lalu tinggal berdiri; para pembesar berhenti bicara, dan menutup mulut mereka dengan tangan; suara para pemuka membisu, dan lidah mereka melekat pada langit-langitnya;” (Ayub 29:7-10).

2. Di Kalangan Orang Miskin dan Sengsara

Ayub menjadi tempat bagi orang sengsara dan miskin dapat memperoleh naungan dan pertolongan. Hati bapa yang ada padanya menaungi orang yang kehilangan naungan. Ayub hidup dalam standar kebenaran dan keadilan, dan menjadi penopang yang lemah; sebagai mata yang melihat bagi orang buta, dan kaki yang berjalan bagi orang yang lumpuh. Ayub menghadirkan jawaban Allah bagi kebutuhan orang yang mencari pertolongan Tuhan. Karakteristik Ayub membawa dampak dan perubahan kepada kehidupan masyarakat kecil dan lemah.

“Karena aku menyelamatkan orang sengsara yang berteriak minta tolong, juga anak piatu yang tidak ada penolongnya; aku mendapat ucapan berkat dari orang yang nyaris binasa, ...; aku menjadi mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh; aku menjadi bapa bagi orang miskin, dan perkara orang yang tidak kukenal, kuselidiki. Geraham orang curang kuremuk, dan merebut mangsanya dari giginya.” (Ayub 29:12-17).

3. Memberikan Kesegaran Hidup dan Pengharapan

Ayub membawa kesejukan dan kesegaran bagi orang yang menantikannya. Karena apa yang dikatakannya mendatangkan kehidupan dan harapan bagi pendengarnya. Ayub menyampaikan perkataannya dari hati yang tulus dan dari praktek yang konsisten setiap hari. Apa yang dia perkatakan diterapkannya sebagai gaya hidupnya yang alami. Kehadirannya mengubahkan orang yang dalam penderitaan mengalami cahaya wajah yang membangkitkan semangat. Kehadirannya membawa inspirasi dan harapan baru yang terbit.

“Kepadakulah orang mendengar sambil menanti, dengan diam mereka mendengarkan nasihatku. Sehabis bicaraku tiada seorang pun angkat bicara lagi, dan perkataanku menetes ke atas mereka. Orang menantikan aku seperti menantikan hujan, dan menadahkan mulutnya seperti menadah hujan pada akhir musim. Aku tersenyum kepada mereka, ketika mereka putus asa, dan seri mukaku tidak dapat disuramkan mereka.” (Ayub 29:21-24).

4. Seorang yang Visioner

Ayub menghadirkan visi dan arahan bagi orang lain untuk bergerak ke arah tujuan Illahi. Kehidupannya yang berjalan di bawah terang Tuhan yang menaungi dan menuntunnya, membuat Ayub menjadi orang yang menginspirasi orang lain untuk hidup bagi tujuan Allah. Dia menjadi orang yang dipakai Tuhan membukakan bagi orang lain masa depan dan tujuan hidup yang benar di dalam Tuhan.

“Aku menentukan jalan mereka dan duduk sebagai pemimpin; aku bersemayam seperti raja di tengah-tengah rakyat, seperti seorang yang menghibur mereka yang berkabung.” (Ayub 29:25).

GAYA HIDUP KONSISTEN

Mengapa Ayub konsisten hidup dalam naungan hadirat-Nya dan berbuah manis bagi orang di sekitarnya? Ayub membangun hidup yang saleh dan fokus kepada Tuhan. Itulah yang membuatnya dapat menikmati tinggal dalam hadirat Tuhan. Dia tidak kompromi dengan dosa dan keinginan daging. Dia tegas dengan matanya, tidak membiarkan perkara yang akan mencemari masuk ke dalam pikirannya. Mata yang dijaga untuk tidak tercemari membuatnya bisa fokus kepada Tuhan. Hasilnya adalah langkah hidup Ayub selalu berjalan mengikuti langkah Tuhan. Ayub menyadari bahwa dirinya adalah seorang yang telah dipilih jadi milik Tuhan, jadi umat kudus bagi Allah. Ayub juga berpandangan jauh memandang kepada kekekalan. Dia menantikan bagian warisan yang Allah sediakan dalam kemuliaan surgawi. Milik pusaka dari Allah adalah harta hakiki yang paling bermakna, Ayub tahu hal itu dengan jelas.

“Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara? Karena bagian apakah yang ditentukan Allah dari atas, milik pusaka apakah yang ditetapkan Yang Mahakuasa dari tempat yang tinggi?” (Ayub 31:1-2).

Sebagai seorang yang dimiliki Allah, dia tahu mata Tuhan mengamatinya, maka setiap langkahnya dia perhitungkan agar selaras dengan identitasnya sebagai milik Allah. Mata yang tidak fokus dapat diserongkan oleh bujukan yang membuat terlena. Ayub tegas untuk melangkah di jalan Tuhan, dia sangat menyadari bahwa langkahnya diperhatikan oleh Tuhan.

“Bukankah kebinasaan bagi orang yang curang dan kemalangan bagi yang melakukan kejahatan? Bukankah Allah yang mengamat-amati jalanku dan menghitung segala langkahku?” (Ayub 31:3-4).

“Setiap langkahku akan kuberitahukan kepada-Nya, selaku pemuka aku akan menghadap Dia.” (Ayub 31:37).

“Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas. Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang. Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya.(Ayub 23:10-12).

Ketika Ayub harus menghadapi serangan iblis yang menghancurkan hidupnya, dia menang dan kehidupannya dipulihkan Tuhan dua kali lipat dari keadaan sebelumnya.

“Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.” (Ayub 42:10).

Karena itu mari kita mengikuti teladan Ayub dalam membangun hidup yang intim, diam dalam hadirat Tuhan, dan menghasilkan buah bagi orang yang ada di sekitar kita.

Dua hal penting yang dapat kita teladani dari Ayub adalah:

1. Ayub sangat menghargai hadirat Tuhan lebih dari perkara penting lainnya.

Gairah untuk selalu berada dalam naungan hadirat-Nya yang membawa terang Illahi, kekuatan dan hikmat, membuat hidupnya dialiri hidup Illahi yang melimpah keluar sehingga menjamah orang lain. Dia jadi “pohon kehidupan” yang tidak berhenti menghasilkan buah yang manis untuk dinikmati orang yang ada di sekitarnya.

2. Ayub sangat konsisten menjaga langkahnya untuk berjalan di jalan Tuhan.

Ia tetap melangkah selaras dengan tuntunan Tuhan menuju ke tujuan Illahi (divine destiny). Dia dengan tegas menjaga matanya tetap jernih memandang kepada Tuhan. Dengan disiplin dan penyangkalan diri, matanya tidak dibiarkan jadi pintu pencemaran kepada pikiran dan keinginan daging. Akibatnya dia mudah untuk tenggelam dalam hadirat Allah saat menyembah Tuhan setiap saat.

Pergumulan umat Tuhan hari-hari ini adalah sulitnya masuk dalam hadirat Tuhan dan tenggelam di dalamnya, karena pikirannya dipenuhi dengan banyak hal duniawi yang keruh. Ayub tegas memelihara kejernihan dengan hidup yang konsisten berfokus kepada Tuhan.

Karena itu kita harus membawa hati yang murni dan pikiran yang fokus untuk menginginkan dengan kerinduan untuk diam dalam hadirat Tuhan. Kita membawa kepada Tuhan hati yang selalu rindu akan Tuhan, dan mengasihi-Nya dalam ketulusan. Hati yang seperti ini yang membawa kita masuk ke dalam hadirat-Nya. [MG]

0 komentar:

Posting Komentar